, Bonn -- Berbekal petunjuk dari dialog Plato, 'Timaeus' dan 'Critias', yang ditulis sekitar tahun 330 Sebelum Masehi, para sejarawan, arkeolog, dan juga petualang bawah laut berusaha mencari keberadaan Atlantis -- kota metropolis kuno gilang gemilang yang konon binasa diterjang gelombang.
Ada yang menyebutnya berada di Spanyol, Kepulauan Mediterania, Gurun Sahara, Amerika Tengah, Antartika, bahkan Indonesia. Namun, sejauh ini belum ada bukti sahih yang dihasilkan.
Ahli komputer Jerman, Michael Hubner mengaku punya hipotesis lain soal Atlantis.
Menurut dia, bisa jadi Atlantis hanya tenggelam sementara oleh tsunami dahsyat. Kota kuno yang porak poranda itu lalu kembali muncul setelah ombak surut dan kembali ke laut.
Hubner yakin, reruntuhan Atlantis tidak berada di dalam lautan melainkan berupa daratan yang berada di pesisir Maroko. "Atlantis bukan Shangri-La, Air Terjun Keabadian (Fountain of Youth), atau monster Loch Ness. Kota itu diduga nyata -- dan jika tak ada alasan penguat lain -- filsuf Yunani Plato menuliskannnya secara rinci," demikian pendapat Hubner, seperti dikutip dari News.com.au, Senin (16/3/2015). "Mengapa Plato menuliskan detil sebuah kota jika ternyata itu tak nyata."
Ada yang menyebutnya berada di Spanyol, Kepulauan Mediterania, Gurun Sahara, Amerika Tengah, Antartika, bahkan Indonesia. Namun, sejauh ini belum ada bukti sahih yang dihasilkan.
Ahli komputer Jerman, Michael Hubner mengaku punya hipotesis lain soal Atlantis.
Menurut dia, bisa jadi Atlantis hanya tenggelam sementara oleh tsunami dahsyat. Kota kuno yang porak poranda itu lalu kembali muncul setelah ombak surut dan kembali ke laut.
Hubner yakin, reruntuhan Atlantis tidak berada di dalam lautan melainkan berupa daratan yang berada di pesisir Maroko. "Atlantis bukan Shangri-La, Air Terjun Keabadian (Fountain of Youth), atau monster Loch Ness. Kota itu diduga nyata -- dan jika tak ada alasan penguat lain -- filsuf Yunani Plato menuliskannnya secara rinci," demikian pendapat Hubner, seperti dikutip dari News.com.au, Senin (16/3/2015). "Mengapa Plato menuliskan detil sebuah kota jika ternyata itu tak nyata."
Hipotesis Hubner dicatat dalam buku anyar berjudul, 'Meet Me in Atlantis' karya penulis Mark Adams -- yang bahkan menyebutnya sebagai teori yang paling masuk akal.
Tak seperti para 'Atlantologists' -- para ahli Atlantis -- yang mengarahkan Adams ke Malta, Pulau Santorini di Yunani dan Andalusia di Spanyol, Teori Hubner mendukung keyakinan sang penulis.
Hubner, yang berasal dari Bonn, Jerman, mengkompilasikan sejumlah ciri geografis Atlantis yang diambil dari dialog Plato, 'Timaeus' dan 'Critias' -- dua tulisan di mana sang filsuf besar mendeskripsikan kota yang ajaib dan teramat canggih di masanya itu.
Hubner lalu menggunakan atribut-atribut tersebut, yang jumlah totalnya 51 buah, untuk analisis statistik dalam program pemetaan.
Yang termasuk 51 karakteristik Plato adalah: lokasi di dekat laut, di luar "Pilar Heracles" -- sejumlah orang meyakininya sebagai Gibraltar, keberadaan gajah, ada pegunungan di sisi utara, struktur kota yang melingkar mirip cincin, dan ini yang paling penting: jaraknya sekitar 5.000 km dari Athena.
Untuk jarak, Hubner menggunakan tolok ukur dari lokasi terjauh operasi militer atau penaklukan oleh pasukan Alexander Agung (Alexander the Great). Perhitungan tersebut -- dengan menggunakan Athena sebagai pusatnya -- meliputi kawasan Eropa secara keseluruhan, wilayah Afrika yang berada di atas garis khatulistiwa, dan Timur Tengah
Analisis Komputer
Untuk mencari lokasi Atlantis, Michael Hubner mengaplikasikan 51 variabel ke program komputer, menggunakan sebuah peta yang ditumpuk dengan 400 petak sub-area.
Makin banyak variabel yang cocok dengan serangkaian koordinat geografis, makin besar kemungkinan posisi Atlantis terkuak. Yang paling menonjol dari 400 petak tersebut adalah lokasi di pesisir Moroko, yang terletak sekitar 160 km selatan Marrakesh, yang dikenal sebagai daratan Souss-Massa.
Berbeda dengan 'calon penemu' lainnya, Hubner tidak memilih lokasi terlebih dulu dan kemudian menguatkannya dengan teori.
Yang ia lakukan adalah membiarkan komputer menghasilkan koordinat GPS. Lalu, ia membeli tiket pesawat dan kapal menuju lokasi tersebut untuk menyaksikannya dengan mata kepala sendiri.
Berdiri di puncak Pegunungan Atlas, programmer komputer itu menemukan dirinya berada di bibir sebuah depresi geologi -- daerah merosot atau tenggelam -- di daerah pedalaman, sebuah cekungan gurun yang jaraknya hanya 7 mil dari laut dan dekat dengan bukit di kaki gunung.
Di pusat kawasan tersebut terdapat gundukan kecil, sama dengan salah satu deskripsi Plato, mengenai sebuah kota yang berbentuk seperti cincin, di mana di pusatnya memiliki tanah atau air yang melingkar.
"Pengukuran diameter cincin terluar dan jarak ibukota dari Samudera Atlantik bervariasi sekitar 10 persen dari angka yang disebut Plato," demikian tulis Mark Adams terkait temuan Hubner. "Di atas kertas, setidaknya, ia menghasilkan temuan menarik."
Salah satu faktor dalam teori Hubner adalah gelombang raksasa menggulung kota dan menewaskan seluruh populasinya. Sekali lagi, ilmu tampaknya mendukung teori tersebut.
Tsunami adalah fenomena alam yang dipicu gempa. Dan Souss-Massa adalah wilayah rawan bencana seismik. Sebuah gempa yang terjadi pada tahun 1960 meratakan ibukota daerah Agadir dan menyebabkan 15.000 orang tewas.
Sayangnya, tak ada ekskavasi atau penggalian historis yang pernah dilakukan di Maroko. Sehingga tak diketahui apakah benar lokasi tersebut adalah bekas Atlantis atau peradaban lain yang belum diketahui.
Namun, tak mudah menjual klaim tentang temuan Atlantis. Mark Adams pun menemukan sejumlah kelemahan terkait lokasi-lokasi yang disebut sebagai bekas kota yang hilang. Termasuk teori Hubner.
Sang penulis pada akhirnya menyimpulkan mungkin keterangan dari Plato adalah campuran fakta dan fiksi.
Sejak mempresentasikan penemuan pada tahun 2008, Hubner juga mengaku kesulitan untuk mengundang para arkeolog untuk meneliti temuannya itu. Apalagi, alasan mencari Atlantis tidak disambut baik di kalangan ilmuwan. Dianggap tak ilmiah.
"Aku sudah mencoba melibatkan sejumlah ahli Jerman. Namun, berdasarkan pengalamanku, sulit untuk mengundang para ilmuwan untuk mengkaji soal itu. Mungkin, saya membuat kesalahan dengan menyebut kata 'Atlantis' ke mereka," kata Hubner pada Adams, sebelum kematiannya pada 2013 lalu. (
Namun, tak mudah menjual klaim tentang temuan Atlantis. Mark Adams pun menemukan sejumlah kelemahan terkait lokasi-lokasi yang disebut sebagai bekas kota yang hilang. Termasuk teori Hubner.
Sang penulis pada akhirnya menyimpulkan mungkin keterangan dari Plato adalah campuran fakta dan fiksi.
Sejak mempresentasikan penemuan pada tahun 2008, Hubner juga mengaku kesulitan untuk mengundang para arkeolog untuk meneliti temuannya itu. Apalagi, alasan mencari Atlantis tidak disambut baik di kalangan ilmuwan. Dianggap tak ilmiah.
"Aku sudah mencoba melibatkan sejumlah ahli Jerman. Namun, berdasarkan pengalamanku, sulit untuk mengundang para ilmuwan untuk mengkaji soal itu. Mungkin, saya membuat kesalahan dengan menyebut kata 'Atlantis' ke mereka," kata Hubner pada Adams, sebelum kematiannya pada 2013 lalu. (